Minggu, 21 Agustus 2011

Pemuda Sopan Semakin Langka



"Woyy... kalo nyeberang pake mata donk...!!!" bentak supir angkot kepada seorang pejalan kaki setengah baya yang nyaris terserempet kendaraan tersebut. Saya yang berada di angkot tersebut tak tahu persis harus berbuat apa. Meski cukup sering mendengar umpatan serupa dari seorang pengendara mobil kepada pejalan kaki, saya tetap merasa tak semestinya mereka mengeluarkan kata-kata kasar semacam itu.

Suatu kali secara kebetulan saya pernah mendengar omelan seorang pejalan kaki yang terciprat air genangan sisa-sisa hujan yang dihempaskan oleh sebuah mobil dengan kecepatan tinggi. Serta merta, sederet sumpah serapah keluar yang kalau dibayangkan, isinya itu sangat mengerikan, seperti "Gue sumpahin tabrakan luh!" atau semacamnya. Bagaimana jika umpatan atau sumpah itu bernilai do'a di mata Allah? bukankah mereka tak bedanya seperti orang-orang yang terzalimi? Jadi, jangan sembarangan mengumpat seorang pejalan kaki yang belum tentu benar-benar salahnya. Bisa jadi, Anda yang justru bersalah.

Sebenarnya, ini soal etika berkendaraan di jalan umum. Namanya juga jalan umum, jadi siapapun tidak bisa merasa harus dipentingkan, siapapun tak boleh memaksakan kehendaknya, dan siapapun tak berhak atas jalan tersebut layaknya jalan milik pribadi.

Yang namanya jalan umum boleh digunakan oleh siapapun, pemilik kendaraan dari roda dua, tiga, empat sampai enam belas, atau pun pejalan kaki. Yang penting kan semuanya ada aturannya. Nah, ngomong-ngomong soal aturan, ternyata tidak semua etika berkendara di jalan masuk dalam aturan yang sudah ada.

Begini, saya pernah menumpang mobil seorang rekan sepulang kondangan. Namanya Edi. Malam itu terasa sangat segar, sehingga kami tak perlu memasang AC karena sore tadi Jakarta baru saja diguyur hujan yang lumayan deras. Mobil melaju tidak terlalu kencang ketika kami merasa mobil kami telah menghempaskan genangan air di pinggir jalan dan... mengenai seorang ibu pejalan kaki. Ciiiitttt!!! Edi segera menghentikan mobilnya dan mundur sejauh tidak kurang dari 70 meter dari genangan air tadi.

"Kena nggak?" tanya Edi. Yang dimaksud adalah, apakah hempasan mobilnya terhadap genangan air tersebut telah menyebabkan pejalan kaki tadi terciprat atau tidak. Agak sedikit ragu, saya katakan, "Kena...".

Sesampainya di depan ibu pejalan kaki tadi, Edi segera turun dan meminta maaf atas tindakannya tadi. Pejalan kaki yang tengah mengibas-ngibaskan tangannya ke beberapa bagian pakaiannya yang kotor terlihat tersenyum, apalagi setelah kami menawarkan diri untuk mengantarnya sampai ke tempat tujuannya.

Dalam perjalanan berikutnya, saya tanyakan kepada Edi tentang sikapnya tersebut, seraya memberikan asumsi bahwa ibu pejalan kaki tersebut terlihat ramah dan 'ikhlas', mungkin Edi tak perlu memundurkan mobilnya untuk meminta maaf pada pejalan kaki tersebut.

Sekarang coba Anda pikirkan kenapa saya terus tersenyum sampai di rumah setelah mendengar jawaban Edi seperti ini, "Kamu betul, mungkin ibu itu ikhlas dan tak marah, bahkan mungkin saya tak perlu berhenti setelah 70 meter dari genangan air tersebut. Tapi bagaimana kalau Allah yang tidak ikhlas, dan menjadikan 10 meter berikutnya adalah kesempatan terakhir saya mengendarai mobil ini?"

Hmm, Edi, Edi ... saya dengar, kalau sedang bersepeda atau naik motor, anak muda satu ini juga akan turun dan menuntun kendaraannya saat melewati orang-orang yang tengah duduk di pinggir jalan di sebuah gang, satu kebiasaan yang saya kira telah hilang sekitar 15 atau 20 tahun yang lalu.


(Masih adakah pemuda seperti itu sekarang..???)

restory oaseislam

Selasa, 09 Agustus 2011

AKU MAU MATI SAJA


AKU MAU MATI SAJA


Mati itu sakit, mati itu menakutkan, mati itu kita harus mempertanggunjawabkan semua perbuatan kita di dunia. Lalu apakah kita sudah mempersiapkan bekalnya..?? Saat kita melihat tetangg mati, apakah kita ingat bahwa kita juga akan mengalaminya. Ketika kita memikul keranda orang mati, ingatkah kita, kelak kita juga akan diperlakukan sama. Saat kita melihat bahkan ikut mengubur seorang mati, menutupinya dengan tanah kuburan yang lembab. Apakah kita ingat, kelak kita pun akan diperlakukan sama pula. Lalu kenapa banyak terjadi peristiwa bunuh diri akhir-akhir ini.

Orang melakukan bunuh diri karena adanya tekanan dalam kehidupan, masalah yang mendera hidupnya, mereka terlalu memikirkan dunia tanpa memikirkan akhiratnya. Mereka tak sadar adanya hari pembalasan. Jika mereka ingat akan itu semua, niscaya bunuh diri tak akan menjadi solusinya.

Berikut sepenggal cerita tentang menikmati hidup dengan mengingat kematian.

S
eorang pria setengah baya mendatangi seorang guru, “Guru, saya sudah bosan hidup. Sudah jenuh betul. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yg saya lakukan selalu sial. Saya ingin mati.”

Sang Guru tersenyum, “Oh, kamu sakit.”

Tidak Guru, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati.”

Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Guru meneruskan, “Kamu sakit. Dan penyakitmu itu sebutannya, ‘Alergi Hidup’. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan. Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku.”

Tidak Guru… Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup.” Tolak pria itu

Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?”

“Ya, memang saya sudah bosan hidup.”

“Baik, besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini. Setengah diminum malam ini, setengah lagi besok sore jam enam, dan jam delapan malam kau akan mati dengan tenang.”

Giliran dia menjadi bingung. Setiap Guru yang ia datangi selama ini selalu berupaya untuk memberikannya semangat untuk hidup. Yang satu ini aneh. Ia bahkan menawarkan racun. Tetapi, karen ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati.

Pulang kerumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun tersebut. Dan, ia merasakan ketenangan sebagaimana tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati… terbebaskan dari segala macam masalah.

Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran masakan Jepang. Sesuatu yg sudah tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Pikir-pikir malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya santai banget! Sebelum tidur, ia mencium bibir istrinya dan membisiki di kupingnya, “Sayang, aku mencintaimu.” Karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis!

Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Pulang kerumah setengah jam kemudian, ia menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir,ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang istripun merasa aneh sekali, “Mas, apa yg terjadi hari ini? Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku, mas.”

Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Stafnya pun bingung, “Hari ini, Bos kita kok aneh ya?”

Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan apresiatif terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya.

Pulang kerumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan. Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, “Mas, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu.” Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, “Ayah, maafkan kami semua. Selama ini ayah selalu stres karena perilaku kami semua.”

Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah. Ia membatalkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya?

” Ya Tuhan, apakah maut akan datang kepadaku. Tundalah kematian itu ya Tuhan. Aku takut sekali jika aku hrs meninggalkan dunia ini ”.

Ia pun buru-buru mendatangi sang Guru yang telah memberi racun kepadanya. Sesampainya dirumah Guru tersebut, pria itu mengatakan bahwa ia akan membatalkan kematiannya. Karen ia takut sekali jika ia harus kembali kehilangan semua hal yang telah membuat dia menjadi hidup kembali.

Melihat wajah pria itu, rupanya sang Guru langsung mengetahui apa yang telah terjadi, sang Guru berkata “Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh, Apabila kau hidup dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan.”

Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Guru, lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Ah, indahnya dunia ini…

Hiduplah seolah-olah kamu akan mati esok, Belajarlah seolah-olah kamu hidup selamanya”.

Buat yang masih suka menunda-nunda, apakah jadinya kalau besok hari meninggal?


disunting dari www.rumah-yatim-indonesia.org

Rabu, 31 Desember 2008

AL-MUSTHOFA



Madinah muram. Di setiap sudut rumah wajah-wajah tertunduk terpekur menatap tanah. Tak ada senyuman yang mengembang, atau senandung cinta yang dilantunkan para ibunda untuk membuai buah hatinya. Sebutir hari terus bergulir, namun semua tetap sama, kelabu. Ujung waktu selalu saja hening, padahal biasanya kegembiraan mewarnai keseharian mereka. Padahal semangat selalu saja menjelma. Namun kali ini, semuanya luruh. Tatapan-tatapan kosong, desah nafas berat yang terhembus bahkan titik-titik bening air mata keluar begitu mudah.


Sahara menetaskan kesenyapan, lembah-lembah mengalunkan untaian keheningan. Kabar sakitnya manusia yang dicinta, itulah muasalnya.

Setelah peristiwa Haji Wada' kesehatan nabi Muhammad Saw memang menurun. Islam telah sempurna, tak akan ada lagi wahyu yang turun. Semula, kaum muslimin bergembira dengan hal ini. Hingga Abu Bakar mendesirkan angin kematian Rasulullah. Sahabat terdekat ini menyatakan bahwa kepergian kekasih Allah akan segera tiba dan saat itu adalah saat-saat perpisahan dengan purnama Madinah telah menjelang. Selanjutnya bayang-bayang akan kepergian sosok yang selalu dirindu sepanjang masa terus saja membayang, menjelma tirai penghalang dari banyak kegembiraan.

Dan masa pun berselang.
Mesjid penuh sesak, kaum Muhajirin beserta Anshar. Semua berkumpul setelah Bilal memanggil mereka dengan suara adzan. Ada sosok cinta di sana, kekasih yang baru saja sembuh, yang membuat semua sahabat tak melewatkan kesempatan ini. Setelah mengimami shalat, nabi berdiri dengan anggun di atas mimbar. Suaranya basah, menyenandungkan puji dan kesyukuran kepada Allah yang Maha Pengasih. Senyap segera saja datang, mulut para sahabat tertutup rapat, semua menajamkan pendengaran menuntaskan kerinduan pada suara sang Nabi yang baru berada lagi. Semua menyiapkan hati, untuk disentuh serangkai hikmah. Selanjutnya Nabi bertanya.

"Duhai sahabat, kalian tahu umurku tak akan lagi panjang, Siapakah diantara kalian yang pernah merasa teraniaya oleh si lemah ini, bangkitlah sekarang untuk mengambil kisas, jangan kau tunggu hingga kiamat menjelang, karena sekarang itu lebih baik".

Semua yang hadir terdiam, semua mata menatap lekat Nabi yang terlihat lemah. Tak akan pernah ada dalam benak mereka perilaku Nabi yang terlihat janggal. Apapun yang dilakukan Nabi, selalu saja indah. Segala hal yang diperintahkannya, selalu membuihkan bening sari pati cinta. Tak akan rela sampai kapanpun, ada yang menyentuhnya meski hanya secuil jari kaki. Apapun akan digadaikan untuk membela Al-Musthafa.

Melihat semua yang terdiam, nabi mengulangi lagi ucapannya, kali ini suaranya terdengar lebih keras. Masih saja para sahabat duduk tenang. Hingga ucapan yang ketiga kali, seorang laki-laki berdiri menuju Nabi. Dialah 'Ukasyah Ibnu Muhsin.

"Ya Rasul Allah, Dulu aku pernah bersamamu di perang Badar. Untaku dan untamu berdampingan, dan aku pun menghampirimu agar dapat menciummu, duhai kekasih Allah, Saat itu engkau melecutkan cambuk kepada untamu agar dapat berjalan lebih cepat, namun sesungguhnya engkau memukul lambung samping ku" ucap 'Ukasyah.

Mendengar ini Nabi pun menyuruh Bilal mengambil cambuk di rumah putri kesayangannya, Fatimah. Tampak keengganan menggelayuti Bilal, langkahnya terayun begitu berat, ingin sekali ia menolak perintah tersebut. Ia tidak ingin, cambuk yang dibawanya melecut tubuh kekasih yang baru saja sembuh. Namun ia juga tidak mau mengecewakan Rasulullah. Segera setelah sampai, cambuk diserahkannya kepada Rasul mulia. Dengan cepat cambuk berpindah ke tangan 'Ukasyah. Masjid seketika mendengung seperti sarang lebah.

Sekonyong-konyong melompatlah dua sosok dari barisan terdepan, melesat maju. Yang pertama berwajah sendu, janggutnya basah oleh air mata yang menderas sejak dari tadi, dia lah Abu Bakar. Dan yang kedua, sosok pemberani, yang ditakuti para musuhnya di medan pertempuran, Nabi menyapanya sebagai Umar Ibn Khattab. Gemetar mereka berkata:

"Hai 'Ukasyah, pukullah kami berdua, sesuka yang kau dera. Pilihlah bagian manapun yang paling kau ingin, kisaslah kami, jangan sekali-kali engkau pukul Rasul"

"Duduklah kalian sahabatku, Allah telah mengetahui kedudukan kalian", Nabi memberi perintah secara tegas. Ke dua sahabat itu lemah sangsai, langkahnya surut menuju tempat semula. Mereka pandangi sosok 'Ukasyah dengan pandangan memohon. 'Ukasyah tidak bergeming.

Melihat Umar dan Abu Bakar duduk kembali, Ali bin Abi thalib tak tinggal diam. Berdirilah ia di depan 'Ukasyah dengan berani.

"Hai hamba Allah, inilah aku yang masih hidup siap menggantikan kisas Rasul, inilah punggungku, ayunkan tanganmu sebanyak apapun, deralah aku"

"Allah Swt sesungguhnya tahu kedudukan dan niat mu duhai Ali, duduklah kembali" Tukas Nabi.

"Hai 'Ukasyah, engkau tahu, aku ini kakak-beradik, kami adalah cucu Rasulullah, kami darah dagingnya, bukankah ketika engkau mencambuk kami, itu artinya mengkisas Rasul juga", kini yang tampil di depan U'kasyah adalah Hasan dan Husain. Tetapi sama seperti sebelumnya Nabi menegur mereka. "Duhai penyejuk mata, aku tahu kecintaan kalian kepadaku. Duduklah".

Masjid kembali ditelan senyap. Banyak jantung yang berdegup kian cepat. Tak terhitung yang menahan nafas. 'Ukasyah tetap tegap menghadap Nabi. Kini tak ada lagi yang berdiri ingin menghalangi 'Ukasyah mengambil kisas. "Wahai 'Ukasyah, jika kau tetap berhasrat mengambil kisas, inilah Ragaku," Nabi selangkah maju mendekatinya.

"Ya Rasul Allah, saat Engkau mencambukku, tak ada sehelai kainpun yang menghalangi lecutan cambuk itu". Tanpa berbicara, Nabi langsung melepaskan ghamisnya yang telah memudar. Dan tersingkaplah tubuh suci Rasulullah. Seketika pekik takbir menggema, semua yang hadir menangis pedih.

Melihat tegap badan manusia yang di maksum itu, 'Ukasyah langsung menanggalkan cambuk dan berhambur ke tubuh Nabi. Sepenuh cinta direngkuhnya Nabi, sepuas keinginannya ia ciumi punggung Nabi begitu mesra. Gumpalan kerinduan yang mengkristal kepada beliau, dia tumpahkan saat itu. 'Ukasyah menangis gembira, 'Ukasyah bertasbih memuji Allah, 'Ukasyah berteriak haru, gemetar bibirnya berucap sendu, "Tebusanmu, jiwaku ya Rasul Allah, siapakah yang sampai hati mengkisas manusia indah sepertimu. Aku hanya berharap tubuhku melekat dengan tubuhmu hingga Allah dengan keistimewaan ini menjagaku dari sentuhan api neraka".

Dengan tersenyum, Nabi berkata: "Ketahuilah duhai manusia, sesiapa yang ingin melihat penduduk surga, maka lihatlah pribadi lelaki ini". 'Ukasyah langsung tersungkur dan bersujud memuji Allah. Sedangkan yang lain berebut mencium 'Ukasyah. Pekikan takbir menggema kembali. "Duhai, 'Ukasyah berbahagialah engkau telah dijamin Nabi sedemikian pasti, bergembiralah engkau, karena kelak engkau menjadi salah satu yang menemani Rasul di surga". Itulah yang kemudian dihembuskan semilir angin ke seluruh penjuru Madinah.

Minggu, 03 Februari 2008

Smile is Important

Smile is Important A smile is the light your window that tells others that there is a caring, sharing person inside. Life is short but a smile is takes barely a second. Every tear has a smile behind it. A smile is a curve that sets everything straight. A good neighbor is a fellow who smiles at you over the back fence, but doesn't climb over it. If you see a friend without a smile; give him one of yours. A smile on the lips, a grin spreads to the eyes, a chuckle comes from the belly, but a good laugh bursts forth from soul, over flows, and bubbles all around. Because of your smile, you make life more beautiful. Too often we under estimate the power of a smile, which have the potential to turn a life around. Smiles are the language of love. The real man smiles in troble, gathers strength from distress, and grows brave by reflection.

Stand KB-TK-SDIT Az-Zahra Demak

Minggu kemarin tanggal 15 Maret 2009, demi kesehatan badan, dan kesehatan mata serta diniati ikut berpartisipasi dengan bapak ibu guru KB-TK-SDIT Az-Zahra Demak dalam menjaring peserta didik baru tahun ajaran 2009/2010 saya, Romadhona, Mr. Abid Heiho (kata Roma), Muchtar Singh, bantu-bantu Bapak/Ibu Guru membuka stand di alun-alun Demak, di depan Masjid Agung Demak agak ke utara sedikit, berangkat dari basecamp pukul 04.30, padahal saya tidur pukul 02.30 karena harus nyelesaiin gawean yang blm rampung, 'n nyiapin barang-barang 'n pernak-pernik yang harus dibawa ke alun-alun wah ngantuk berattt poro rawuh. Rasa-rasanya baru aja merem eh, bu Fika dan Bu Endang datang dengan kegaduhannya (Bu Fika dengan tingkahnya yang gampang bingung, {Piye Pak, Gimana ini pak, sudah siap belum pak} walah bu, mbok siji-siji nak takon, gak bingung jawabe {Bu Endang dengan gayanya yang jaim, eh malah pas nelpon the big bos of TK (Bunda Yuli Puji Astuti) kok ya keluar gaya manja & menthelnya, meledaklah suasana dengan tawa kami yang tak tertahan meski sambil menahan kantuk.. Untung saya sudah sholat Subuh jadi bisa langsung bantu. (Penderitaannya tak usah diceritain deh).
Nah sesampai di alun-alun pukul 04.45 langsung deh bu guru nggelar tikar, dirikan stand dagangan ditata, (saya masih wira-wiri bawa barang basecamp-alun-alun, barangnya banyak bgt). Selesai dirikan stand, the big Bos SDIT Az-ZAhra Bunda Sa'diyahdateng dengan arjuna-arjunanya, (Faiq, Zaim Izul) waktu bu guru & Pak guru nawarin dagangan di stand, saya dkk warnet (saya krj di warnet + SD) main badminton sambil cuci tangan ehhh. cu ci mata.. banyak pemandangan bagus di sana. Sambil walking-walking muter alun-alun kita bagi-bagi brosur pada bapak/ibu yang bawa anak kecil yang sekiranya mau masuk SD atau PG/TK, sambil nelan ludah (mau jajan, gak ada ongkos) Tidak menyian-nyiakan kesempatan karena kami bawa kamera, kita jepret-jepretan sepuasnya, mulai gaya jaim, gaya mesem, gaya bebas, gaya katak, gaya kupu2 dan gaya-gaya yang lainnya. Eh pas kita lagi asyik foto-foto the Big Boss of KBIT Az-Zahra (Bu Ibnatus Sa'diyah) minta foto, Saya juga dapat gambar Masjid Agung Demak full, tapi sayang agak gelap. Selagi muter-muter ... ealah... kok ya perut ini kok podho kluruk..., kremine berontak, yo wes aku & Muhtar Singh cari makan (Nasi Pecel + Susu Anget) mantap, meski nasinya agak mahalan, mosok, sego sithik regane 8.000, lha piye maning, sudah dimakan ya dinikmati wae. Sehabis makan ternyata bu guru sudah bersiap pulang, kita langsung cabut (setelah bayar) bantu-bantu persiapan balik ke basecamp (KB-TK-SDIT Az-Zahra). Alhamdulillah dari kegiatan ini, esok harinya ada beberapa orang tua yang mendaftarkan anaknya ke KB/TK Az-Zahra.
Setelah acara itu aku langsung pulang kampung, rencananya mau nganterin Mbak & Adik ke pondok (Aku sudah janji), eh ternyata sampai rumah aku bilang nanti sore aja. Dengan penuh pengertian Mbak dan ADik bilang "Yo wes gak opo-opo, wong durung entuk duwet kok" Dan dengan santai aku bilang "Nyo, nak gelem ono 30.000, jupuk dewe neng dompet". Lha wong butuhnya 200.000 kok dikasih cuman 30.000 (meskipun akhirnya diambil juga, buat beli oleh-oleh dipondok, dan saya dengan ikhlas hati (hikk hikk) cuma disisain uang 5.000 perak) Yo wis ikhlas-ikhlas. Man Shobaro Dhofiro
Abis itu aku tidur sepuasnya, dan ibu, mbak dan adikku kok pengertian banget, aku dibangunin pukul 13.00. Masya Allah, padahal rumahku disamping masjid persis, kok gak denger ada orang adzan, tapi habis itu, badanku wah. entheng banget. siap menghadapi rintangan dan tantangan lagi (kayak iklan wae). OK cekap semanten atur kawulo, Mangan kupat duduhe santen, menawi lepat nyuwun pangapunten.
Wassalamu'alaikum.


Dari gambar di bawah dg urutan kiri atas bawah, atas bawah dst. 1. Stand baru aja berdiri, 2. Bu guru menawarkan dagangannya (jamune bu. jamune, sayang anak-sayang anak dll) 3. Big Boss KBIT (kanan) berpose 4. Saya nyebar brosur 5. Masjid Agung Demak di pagi hari. 6. Kami asyik bergaya

Al Faruq Umar bin Khattab


"Ya Allah...buatlah Islam ini kuat dengan masuknya salah satu dari kedua orang ini. Amr bin Hisham atau Umar bin Khattab". Salah satu dari do'a Rasulullah pada saat Islam masih dalam tahap awal penyebaran dan masih lemah. Do'a itu segera dikabulkan oleh Allah. Allah memilih Umar bin Khattab sebagai salah satu pilar kekuatan islam, sedangkan Amr bin Hisham meninggal sebagai Abu Jahal.
Umar bin Khattab adalah khalifah kedua didalam islam setelah Abu Bakar Ash Shiddiq ( 634 - 644 Masehi )

Awal Kehidupan
Umar bin Khattab dilahirkan 12 tahun setelah kelahiran Rasulullah SAW. Ayahnya bernama Khattab dan ibunya bernama Khatmah. Dia dibesarkan di dalam lingkungan Bani Adi, salah satu kaum dari suku Quraisy
Keislaman beliau telah memberikan andil besar bagi perkembangan dan kejayaan Islam. Beliau adalah pemimpin yang adil, bijaksana, tegas, disegani, dan selalu memperhatikan urusan kaum muslimin. Pemimpin yang menegakkan ketauhidan dan keimanan, merobohkan kesyirikan dan kekufuran, menghidupkan sunnah dan mematikan bid`ah. Beliau adalah orang yang paling baik dan paling berilmu tentang al-Kitab dan as-Sunnah setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Nasab Beliau Beliau adalah Umar bin al-Khaththab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qarth bin Razah bin 'Adiy bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib. Nasab beliau bertemu dengan nasab Nabi pada kakeknya Ka'ab. Antara beliau dengan Nabi selisih 8 kakek. lbu beliau bernama Hantamah bind Hasyim bin al-Mughirah al-Makhzumiyah. Rasulullah memberi beliau kun-yah Abu Hafsh (bapak Hafsh) karena Hafshah adalah anaknya yang paling tua; dan memberi laqab (julukan) al-Faruq. (Lihat Fath Al-Bari karya Ibnu Hajar jilid VII Kitab Fadhail as-Shahabah Bab Manaqib Umar bin al-Khaththab)
Kisah Beliau Masuk Islam Sebelum masuk Islam, Umar bin Al-Khaththab dikenal sebagai seorang yang keras permusuhannya dengan kaum Muslimin, bertaklid kepada ajaran nenek moyangnya, dan melakukan perbuatan-perbuatan jelek yang umumnya dilakukan kaum jahiliyah, namun tetap bisa menjaga harga diri. Beliau masuk Islam pada bulan Dzulhijah tahun ke-6 kenabian, tiga hari setelah Hamzah masuk Islam.
Ringkas cerita, pada suatu malam beliau datang ke Masjidil Haram secara sembunyi-sembunyi untuk mendengarkan bacaan shalat Nabi. Waktu itu Nabi membaca surat al-Haqqah. Umar kagum dengan susunan kalimatnya lantas berkata -kepada dirinya sendiri- "Demi Allah, ini adalah syair sebagaimana yang dikatakan kaum Quraisy." Kemudian beliau mendengar Rasulullah membaca ayat 40-41 (yang menyatakan bahwa Al-Qur'an bukan syair), lantas beliau berkata, "Kalau begitu berarti dia itu dukun." Kemudian beliau mendengar bacaan Nabi ayat 42, (Yang menyatakan bahwa Al-Qur'an bukan perkataan dukun.) akhirnya beliau berkata, "Telah terbetik lslam di dalam hatiku." Akan tetapi karena kuatnya adat jahiliyah, fanatik buta, pengagungan terhadap agama nenek moyang, maka beliau tetap memusuhi Islam.
Kemudian pada suatu hari, beliau keluar dengan menghunus pedangnya bermaksud membunuh Nabi. Dalam perjalanan, beliau bertemu dengan Nu`aim bin Abdullah al-'Adawi atau seorang laki-laki dari Bani Zuhrah. Lekaki itu berkata kepada Umar, "Mau kemana wahai Umar?" Umar menjawab, "Aku ingin membunuh Muhammad." Lelaki tadi berkata, "Bagaimana kamu akan aman dari Bani Hasyim dan Bani Zuhrah, kalau kamu membunuh Muhammad?" Maka Umar menjawab, "Tidaklah aku melihatmu melainkan kamu telah meninggalkan agama nenek moyangmu." Tetapi lelaki tadi menimpali, "Maukah aku tunjukkan yang lebih mencengangkanmu, hai Umar? Sesuugguhnya adik perampuanmu dan iparmu telah meninggalkan agama yang kamu yakini."
Kemudian dia bergegas mendatangi adiknya yang sedang belajar alQur'an surat Thaha kepada Khabab bin al-Arat. Tatkala mendengar Umar datang, maka Khabab bersembunyi. Umar masuk rumahnya dan menanyakan suara yang didengarnya. Kemudian adik perempuan Umar dan suaminya berkata, "Kami tidak sedang membicarakan apa-apa." Umar menimpali, ^Sepertinya kalian telah keluar dari agama nenek moyang kalian." Iparnya menjawab, "wahai Umar, apa pendapatmu jika kebenaran itu bukan berada pada agamamu?^ Mendengar ungkapan tersebut Umar memukulnya hingga terluka dan berdarah, -karena tetap saja saudaranya itu mempertahankan agama Islam yang dianutnya- Umar berputus asa dan menyesal melihat darah mengalir pada iparnya.
Umar berkata, 'Berikan kitab yang ada pada kalian kepadaku, aku ingin membacanya.' Maka adik perempuannya berkata," Kamu itu kotor. Tidak boleh menyentuh kitab itu kecuali orang yang bersuci. Mandilah terlebih dahulu!" lantas Umar mandi dan mengambil kitab yang ada pada adik perempuannya. Ketika dia membaca surat Thaha, dia memuji dan muliakan isinya, kemudian minta ditunjukkan keberadaan Rasulullah.
Tatkala Khabab mendengar perkataan Umar, dia muncul dari persembunyiannya dan berkata, "Aku akan beri kabar gembira kepadamu, wahai Umar! Aku berharap engkau adalah orang yang didoakan Rasulullah pada malam Kamis, 'Ya Allah, muliakan Islam.dengan Umar bin alKhaththab atau Abu Jahl (Amru) bin Hisyam.' Waktu itu, Rasulullah berada di sebuah rumah di daerah Shafa." Umar mengambil pedangnya dan menuju rumah tersebut, kemudian mengetuk pintunya. Ketika ada salah seorang melihat Umar datang dengan pedang terhunus dari celah pintu rumahnya, dikabarkannya kepada Rasulullah. Lantas mereka berkumpul. Hamzah bertanya, "Ada apa kalian?" Mereka menjawab, 'Umar (datang)!" Hamzah berkata, "Bukalah pintunya. Kalau dia menginginkan kebaikan, maka kita akan menerimanya, tetapi kalau menginginkan kejelekan, maka kita akan membunuhnya dengan pedangnya." Kemudian Nabi menemui Umar dan berkata kepadanya. "... Ya Allah, ini adalah Umar bin al-Khaththab. Ya Allah, muliakan Islam dengan Umar bin al-Khaththab." Dan dalam riwayat lain: "Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan Umar." (Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari VII/48)
Seketika itu pula Umar bersyahadat, dan orang-orang yang berada di rumah tersebut bertakbir dengan keras. Menurut pengakuannya dia adalah orang yang ke-40 masuk Islam.(Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari VII/48) Abdullah bin Mas'ud berkomentar, "Kami senantiasa berada dalam kejayaan semenjak Umar masuk Islam." (Bukhari 3684 )

Education begins in the Womb

"Verily the creation of everyone of you is brought together in the mother's womb as a drop of semen for forty days, then it becomes a clot for the same period, then it becomes a blob of flesh for the same period. Then the angel will be sent unto it to blow into it a spirit (ruh), and the angel ordered (to carry out) with four instructions: to write down his livelihood, the span of his life, his deeds, and either he is wretched or fortunate..."
And so goes the first part of one of the most well-known hadeeth recorded by Bukhari and Muslim on the subject of Qadr (predestination).

The significance of this hadeeth is that science has recently verified this process of embryo/foetus development. That is, six weeks (roughly 40 days) after fertilisation, the embryo is developed (from zygote - sperm & ovary - to embryo); then another 6 weeks (roughly another 40 days) it develops into a foetus (a clot); after which for about the same period (again roughly another 40 days) it develops into the recognisable human form (a blob of flesh).

Science has also verified that the foetus can think. Before 120 days the foetus does not think: "The brain of the foetus appears to be electrically silent during the first six weeks of life. After this time, slowly activities of low intensity occurs. So although the brain is at least 'moving', it is not 'thinking' in any real sense." (The Thinking Foetus) But after 120 days, when the spirit (ruh) enters the foetus, brain activities place: "The foetus becomes conscious sometime during the second trimester...There is ultrasound evidence that about 23 weeks (161 days) the foetus dreams. Dreaming is certainly an indication of the presence of the mental capabilities required for thought..." (The Thinking Foetus)

There are numerous other things which the foetus can do in this period. Such as expressing emotions (happiness, fear, disgust etc.) through it's facial expressions. It can show anxiety through the sucking of the thumb, assert itself and protest through kicking, and it develops memory.

One other important development during this stage is the ability to distinguish and recognise sounds. Experiments have been carried out that proved this:

When words were repeated by the mother to her foetus, after it is born, the baby will prefer
A newborn will prefer a story that has been read twice a day to it, when it was a foetus, to a new one.
A newborn will recognise and copy its mother's words.
When a theme music to a program was played, a newborn whose mother watched the show during pregnancy, will calm down.

What is significant about this is that babies can be taught the Quran (or some surahs (chapters) from the Quran) while they were in their mother's womb.
Imagine if you were to read the Quran everyday to your foetus, by the time it is born, inshaa Allah, it will prefer the Quran over other books and sounds. It will recognise the Quran and try to copy it, and it will use the recitation of the Quran to find solace. Is that not what we all want for ourselves, let alone for your child? Imagine your reward when you have bestowed, with Allah's Grace, this tremendous gift on your child. Your reward will be two-fold: one for you for reciting the Quran, the other for you and your child for having taught him the Quran.

Even if you cannot read the whole Quran, whatever you can read, inshaa Allah, will benefit the both of you. A few surahs twice a day will engender a love of the Quran in your child.

So the next time that you are pregnant, inshaa Allah, instead of watching TV or listening to music, reach for the Quran and start reciting.

Remove the Thorn

"Hi Abu Hurairah!" Remove the thorn from the road that will be passed through by the person who was nobler than you, smaller than you, better than you, and even the person that was worse than you. If you did thus, certainly Allah was proud of you to the angels him. And anyone was spoken of highly by Allah to the angels him, certainly he emerged on the doomsday day in the safe situation from all that were bad. (Prophet Muhammad SAW Hadits).

It was really simple that ordered that was sent: removed the thorn from the road. Would we his group understood him literally? Islam not the religion that only was understood literally. Because, what the meaning of the thorn? Only a small object, available his time was not seen by that expired-tall grass. Moreover when that expired-tall grass covered foot, certainly did not endanger him.

Here Islam religious grandeur in determining the regulation and the law. Al-Koran articles and Hadits, not all of them must be interpreted literally. For example, about the case took the person's other right, was enough to have one theft article. If being interpreted literally, various crimes krah white, like the crime of the fraud, the deception, et cetera, certainly not including the theft.

Therefore, removed this thorn must be interpreted as the command to be carried out by his slave according to the situation and the condition. In this way, that was meant the thorn here, was everything that possibly made the other person difficult, good physical or non-physical.

The other person here, Rasulullah SAW mentioned, could the nobler person and better from us, but also could the person who was more low and even worse than us. This, because of the good person, noble, and even the person who had the strong position, not impossible at the time of certain was threatened by the disaster. And at the time of so, we were prosecuted to sincere helped rescued him.